Literasi
424
post-template-default,single,single-post,postid-424,single-format-standard,theme-bridge,bridge-core-2.8.9,woocommerce-no-js,qode-page-transition-enabled,ajax_fade,page_not_loaded,,qode_grid_1300,qode_popup_menu_push_text_top,qode-content-sidebar-responsive,columns-4,qode-child-theme-ver-1.0.0,qode-theme-ver-29.1,qode-theme-bridge,disabled_footer_top,disabled_footer_bottom,wpb-js-composer js-comp-ver-6.7.0,vc_responsive,elementor-default,elementor-kit-1780

Literasi

Literasi

 

Karena ghazwul fikri adalah perang pemikiran, maka yang menjadi alat dan sasaran dalam peperangan ini tidak lain adalah pemikiran. Mereka yang pemikirannya lemah akan menjadi korban, sedangkan mereka yang memiliki pemikiran kuat dapat melakukan serangan balik dan punya kesempatan untuk menjadi pemenang.

Oleh karena itu, bicara ghazwul fikri pasti terkait dengan ilmu. Kita tak bisa memenangkan perang yang satu ini tanpa menambah ilmu. Para pembela Islam harus menyadari bahwa kunci kemenangannya bukan hanya terletak pada iman, akhlaq, atau ibadah harian, melainkan juga pada jumlah buku yang kita khatam-kan dalam sepekan, jumlah kajian ilmu yang kita hadiri dalam sebulan, dan seberapa banyak kita menginvestasikan waktu, tenaga dan uang untuk perpustakaan pribadi kita.

Aktivis Islam nggak punya perpustakaan pribadi? Wah, itu masalah besar!

No Comments

Post A Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.