23 Jan Catatan Buya Perihal Kristenisasi
assalaamu’alaikum wr. wb.
Toleransi antar umat beragama di Indonesia kembali dirundung cobaan. Sebuah video praktik Kristenisasi di tengah-tengah ‘car-free day’ di Jakarta mengundang banyak kecaman dari umat Muslim. Yang mungkin lebih mengejutkan lagi adalah munculnya laporan-laporan baru tentang Kristenisasi di tempat-tempat umum dan terbuka dengan cara yang sama maupun berbeda dengan yang terekam di video. Rupa-rupanya, hal semacam ini sudah lama didiamkan di tengah-tengah masyarakat kita.
Ingatan saya langsung tertuju pada sebuah artikel karya Buya Hamka yang saya baca dalam bukunya yang berjudul Dari Hati ke Hati. Artikel itu diberi judul: Musyawarah Antar Agama Tidak Gagal! Karya beliau yang satu ini, nampaknya, sangat tepat jika kita kutip beberapa bagiannya di sini.
Alkisah, pada tanggal 30 November 1967, pemerintah Republik Indonesia yang baru saja membuka lembaran baru meninggalkan luka-luka yang ditimbulkan oleh rejim Orde Lama berinisiatif menggelar Musyawarah Antar Agama. Yang hadir dalam acara tersebut adalah para pemuka dari lima agama yang diakui di Indonesia saat itu, yaitu Islam, Katolik, Protestan, Hindu dan Budha.
Dalam musyawarah tersebut, Presiden Soeharto memberikan dua usulan kepada seluruh pemuka agama. Pertama, agar dibentuk Badan Kontak Antar Agama. Kedua, agar ditandatangani sebuah piagam perjanjian yang isinya mengikrarkan bahwa pemeluk suatu agama tidak dijadikan sasaran propaganda oleh agama yang lain. Usulan pertama diterima oleh semua pihak secara bulat, sedangkan usulan kedua ditolak oleh kelompok Katolik dan Protestan.
Secara terbuka, para pemuka umat Kristiani menyatakan bahwa menyebarkan agamanya kepada orang yang belum Kristen adalah ‘Titah Ilahi’ yang wajib dilakukan. Bahkan, yang tidak kalah mengejutkannya, pihak Kristen mengatakan pula bahwa andaikan Kristenisasi itu dilarang, maka hal tersebut tidak hanya akan menjadi masalah nasional, melainkan juga masalah internasional.
Buya Hamka kemudian menceritakan akhir yang ganjil dari musyawarah besar tersebut:
Oleh sebab pendirian yang tidak dapat diganjak itu, yang rupanya ada hubungan dengan dunia internasional, seperti yang selalu mereka dengungkan, rapat tidak dapat lagi diteruskan dan piagam tidak jadi ditandatangani bersama, dan Pd. Presiden tidak jadi datang menutup rapat tersebut, dan Kiyai yang disediakan tidak jadi menutup dengan do’a. Rapat habis begitu saja.
Setelah itu, ramailah pembicaraan bahwa musyawarah telah gagal. Tidak ada kata sepakat di antara para pemuka agama. Kita pun dapat membayangkan adanya semacam ketegangan yang timbul, terutama di antara umat Muslim dan Kristen, lantaran berita yang demikian. Karena negeri ini mayoritas masyarakatnya adalah Muslim, dan pihak Kristen tidak mau berhenti melakukan Kristenisasi, maka sudah barang tentu sasaran utama dari Kristenisasi itu adalah umat Muslim. Akan tetapi, sementara kebanyakan orang mengatakan bahwa musyawarah telah gagal, Buya Hamka justru berpendapat sebaliknya.
Bagi golongan Kristen, Protestan dan Katolik, musyawarah ini telah memberikan hasil yang sangat positif. Baru sekali ini, sampai sekarang zaman merdeka, mereka dapat mengatakan terus terang di hadapan pemimpin-pemimpin dan pemuka-pemuka Islam, ulama dan zu’amanya, bahwa mengkristenkan seluruh umat Islam ini adalah mission sacre mereka, kewajiban suci mereka.
Kalau bangsa penjajah dahulu telah menyatakan berulang-ulang, bahwa kedatangan mereka kemari adalah membawa mission sacre, sekarang setelah penjajah tak ada lagi, kewajiban itu dilanjutkan oleh Kristen bangsa kita sendiri, dengan diberi bantuan tenaga missi dan zending dari negeri-negeri Barat itu; Diberi uang dan orang.
Malahan dalam pandangan umum musyawarah itu, Prof. Dr. Haji Rasjidi, Menteri Agama pertama dalam RI ini menyatakan bahwa zending dan missi Kristen pernah datang ke rumahnya menyampaikan seruan kepadanya, menyampaikan “perkabaran Injil” agar beliau meninggalkan Islam dan memeluk Kristen.
Dengan demikian maka kalau dahulu disebut-sebut usaha hendak mengkristenkan Pulau Jawa dalam 25 tahun dan seluruh Indonesia dalam 50 tahun, dibantah oleh Kristen sendiri, dikatakan kabar fitnah, maka dalam musyawarah Antar Agama itu telah mereka akui sendiri. Cuma bilangan tahun saja yang mereka bantah…
Selain membawa hasil positif bagi umat Kristiani, Hamka juga berpendapat hasil akhir musyawarah ini pun sangat baik bagi umat Muslim.
Bagi orang Islam pertemuan ini telah berhasil memperteguh imannya kepada Al-Qur’an. Kalau imannya selama ini baru sampai pada ‘ilmul yaqin sekarang telah menjadi ‘ainul yaqin dan haqqul yaqin. Selama ini mereka baca di dalam surat Al-Baqarah ayat 120, bahwa orang Yahudi dan Nasrani sekali-kali tidak akan berasa senang hati, sebelum kamu mengikuti agama mereka. Selama ini hanya ditablighkan saja, sekarang telah keluar dari mulut orang Kristen sendiri, didalam satu musyawarah yang diprakarsai oleh Pemerintah.
Dengan sindirannya yang halus, Hamka juga memperingatkan kepada para pemuka umat agar menentukan sikap dan tidak tergantung kepada sejumlah tokoh berpengaruh yang tidak berpihak kepada umat, atau mungkin mengaku memperjuangkan umat namun jalan pikirannya tidak pernah bersesuaian dengan agama lagi.
…dengan memperhatikan jalan musyawarah Antar Agama yang diadakan Pemerintah ini, dapatlah kaum Muslimin, terutama pemuka-pemukanya yang bertanggung jawab, menentukan langkah ke muka; Akan hidupkah Islam ini terus atau akan mati? Karena kadang-kadang ada juga pemimpin-pemimpin Islam di Indonesia ini, karena sudah terlalu melayang ke atas memikirkan “politik tinggi”, putus hubungannya dengan massa, tidak mengenal perkembangan jiwa umat; dia merasa bahwa dia masih memperjuangkan Islam, padahal titik tolaknya berfikir tidak Islam lagi. Perjuangan umat mempertahankan Islam dari serbuan lain agama telah dipandangnya lebih enteng dari kedudukan dirinya sendiri.
Buya Hamka kemudian menyimpulkan pemikirannya dalam beberapa paragraf berikut ini:
Permusyawaratan ini tidak gagal malahan memberikan hasil yang sangat gilang gemilang! Bagi golongan Kristen, karena mereka telah dapat menjelaskan bahwa mereka tidak akan mundur dari program mengkristenkan orang Islam di negeri ini, dan mereka tidak dapat menerima anjuran pemerintah supaya usaha itu dihentikan, sebab mereka yang hadir tidak dapat memutuskan sendiri. Sebab di atas mereka ada lagi kekuasaan-kekuasaan besar yang harus mereka taati.
Permusyawaratan ini membawa hasil yang gemilang pula bagi kaum Muslimin, sebab dengan sikap Kristen yang demikian, merekapun tidak boleh lagi berlalai-lalai, melainkan wajiblah mereka menghidupkan semangat jihad dalam artinya yang luas, yaitu bekerja keras, membanting tulang, dan bersedia memberikan seluruh pengorbanan dalam mempertahankan agama.
Mereka tidak lagi akan bersikap masa bodoh seperti selama ini, karena merasa bilangan mereka lebih banyak. Sebab yang mereka hadapi bukanlah golongan minoritas dalam negeri sendiri, tetapi kekuatan Kristening Politik Internasional, Perang Salib Gaya Baru, yang diinstruksikan kepada teman sebangsa kita sendiri.
Ada orang yang membisik-desuskan bahwa cara-cara yang dipakai dalam penyebaran Kristen sekarang, kadang-kadang telah menyerupai cara-cara Komunis, atau cara-cara Machiavellis. Pendapat demikian kita bantah. Yang sebenarnya ialah bahwa kaum Komunislah yang meniru cara-cara itu inkuisisi kaum Gereja di zaman gelap, lalu diterapkan di zaman kini.
Lebih dari empat dasawarsa berlalu, belum banyak yang berubah dari respon umat Muslim terhadap Kristenisasi. Banyak yang menganggapnya tidak penting, banyak pula yang malah takut akan dibilang intoleran jika membahas masalah semacam ini. Ada juga yang tenang-tenang saja dan baru resah ketika satu kampung dikristenkan dengan suatu cara. Ada juga yang tidak peduli sampai ketika anaknya sendiri murtad lantaran ingin menikahi orang Kristen, atau malah ada yang memang tidak peduli anaknya menikahi siapa dan akan beragama apa.
Buya Hamka adalah seorang ulama besar, tokoh yang dikenal luas, bukan hanya di Indonesia, melainkan juga di Malaysia, Brunei, Singapura dan Thailand. Namanya juga tertulis dengan tinta emas di Universitas Al-Azhar, Mesir, yang telah menganugerahinya gelar doktor kehormatan. Beliau bukan seorang provokator yang gemar memanas-manasi rakyat, bahkan banyak rekan-rekannya yang berlainan agama menyampaikan kesan baik tentang beliau. Tentu kita pun memahami bahwa apa yang beliau sampaikan di atas adalah buah dari keresahannya semata, bukan karena keinginan untuk menyaksikan terjadinya permusuhan di tengah-tengah bangsa Indonesia.
Oleh karena Buya Hamka telah meninggalkan kita lebih dari tiga puluh tahun silam, maka catatan yang telah beliau bubuhkan itu pun patut kita lengkapi pula dengan pengetahuan yang kita dapatkan di hari ini. Nyatalah kiranya bahwa di masa sekarang ini amat diperlukan kajian-kajian bertemakan Kristologi, agar umat Muslim mengenal langkah-langkah Kristenisasi yang terjadi di sekeliling mereka. Pendeknya, umat Muslim di negeri ini tidak cukup lagi sekedar mengetahui alasan mereka menjadi Muslim, tapi juga harus mampu memahami dan menjelaskan mengapa mereka tidak memeluk agama Kristen atau yang lainnya. Iman harus dibentengi dengan ilmu.
wassalaamu’alaikum wr. wb.
Artikel ini pernah dimuat di sini.
Yudhit Ingsam
Posted at 11:26h, 23 JanuaryJazakaLLAH kang Akmal, goresan kali mengingatkan saya akan sebuah dokumen yang pernah saya baca kurang lebih 17 Tahun yang lalu, saya sangat setuju bahwa waspada akan bahaya aktivitas kristenisasi (yang sudah terang benderang terjadi) bukan berarti serta merta menjadi intoleran dan cenderung memusuhi terhadap agama kristen, namun sebagaimana mereka yang dengan terang2an menyatakan sikap mereka, maka sudah sepatutnya umat Islam juga diedukasi mengenai counter kristenisasi, nah ini yang saya tidak tahu –> apakah sudah ada hal seperti ini dikalangan umat Islam?
Erick Firdauz
Posted at 08:38h, 25 JanuarySebetulnya tidak masalah mereka menyebarkan agama kristen asal dengan cara-cara yang fair. Kedepankan dialog teologis dan perbandingan agama dengan dasar dalil-dalil dari kitab suci… Apabila debat agama yang fair, saya yakin tidak ada sedikitpun keyakinan nasrani bisa menggoyahkan keyakinan Islam. Malahan mereka akan bingung sendiri dengan aqidah mereka dan dengan izin Allah mereka akan meninggalkan agamanya dan memilih agama Allah yang haq.
Yang menjadi masalah adalah, setelah menyadari bahwa argumen para zendig tidak dapat mengalahkan keilmuan para ulama Islam, mereka malah mengekor di balik “pluralisme”. Alih-alih “menawarkan” masuk kristen, mereka bilang semua agama sama baiknya.. sama-sama dari Tuhan YME.. Tuhan kita sama, dll. Lalu apabila ada muslim yang tidak mau mengakui hal tsb dan membela agamanya, mengatakan hanya Islam agama yg haq dan diturunkan Allah, mereka mengatakan si muslim itu radikal, kolot, tertutup, calon teroris dst… Mereka tidak lagi membuka dalil-dalil Alkitab mereka, namun mulai merekayasa kondisi supaya muslimin meninggalkan Al Quran dan As-Sunnah.. Ini yg tidak fair.
Mulailah muslim berdoa bersama dengan mereka. Memandang baik peribadatan mereka bahkan sama baiknya dengan muslim. Bahkan muslim tidak bisa lagi “membedakan” mana ajaran Islam dan mana ajaran non Islam.. semua nampak “sama”.
Itulah mengapa saya pribadi di berbagai kesempatan mulai mengkampanyekan kembali debat agama. Hal tersebut bukanlah merupakan hal yang tabu, dan bahkan dicontohkan oleh Rasulullah untuk mendebat ajaran agama lain dan menunjukan dimana letak kesalahannya. Dan debat agama pun insya Allah akan menjadi wasilah bagi muslimin untuk kembali mengenal agamanya dan mendapatkan girahnya. Tentunya debat yang dimaksud adalah debat ilmiah berdasarkan dalil kitab suci dan bukan debat kusir atau mau menang sendiri…