27 Oct Dusta dan Zionisme
assalaamu’alaikum wr. wb.
Beberapa tahun silam, saya beruntung mendapat kesempatan untuk menerjemahkan buku The Islamophobia Industry karya Nathan Lean. Buku ini diterbitkan di Indonesia dengan judul Islamphobia. Sebagaimana yang terlihat jelas dari judulnya, melalui karya ini Lean berusaha menunjukkan bagaimana Islamofobia direkayasa dan dilestarikan, secara spesifik di Amerika Serikat (AS) pasca peristiwa 9/11. Sayangnya, penerbitnya gulung tikar dan setahu saya belum ada penerbit lain yang mencetak ulang buku ini di Indonesia.
Sebagai warga negara AS, Lean merasakan betul suasana di negerinya setelah 9/11. Hal yang membuatnya penasaran adalah bagaimana sentimen negatif terhadap Islam bisa terus berkembang dan semakin mendalam hingga bertahun-tahun sesudah peristiwa itu, meskipun aksi terorisme yang dilakukan oleh umat Muslim justru hampir tak ada lagi. Menurut catatan Lean, dua bulan pasca 9/11, 59% warga AS masih memiliki pandangan positif terhadap Islam. Sembilan tahun kemudian, yaitu pada tahun 2010, ternyata angka itu menyusut hingga 37%. Padahal dalam kurun waktu tersebut, di antara 150.000 kasus pembunuhan di AS, ‘teroris Muslim’ bertanggung jawab atas 11 kali serangan dan 33 orang korban jiwa. Kebencian terhadap Islam yang semakin merata — padahal sebagian besar kejahatan di AS justru dilakukan oleh kelompok-kelompok lain — membuat Lean yakin bahwa ada pihak-pihak tertentu yang berusaha menciptakan ketakutan yang sangat tidak proporsional terhadap Islam.
Investigasi Lean mengantarkannya pada jaringan kompleks yang tersusun atas stasiun-stasiun berita, para pemilik modal, lembaga-lembaga think tank anti Islam hingga para blogger yang tugasnya adalah terus-menerus memberikan alasan kepada warga AS untuk membenci Islam. Adakalanya, argumentasi yang dibangun itu tersusun seratus persen di atas kebohongan. Salah satu isu kebohongan yang paling vulgar adalah isu ‘The Ground Zero Mosque’. Isu ini menyebutkan bahwa umat Muslim hendak membangun Masjid tepat di atas lokasi bekas tempat berdirinya World Trade Center (WTC) yang runtuh pada 9/11. Faktanya, umat Muslim New York hanya berniat membangun sebuah Islamic Center — yang salah satu lantainya akan difungsikan sebagai masjid — di sebuah bangunan bertingkat lama di barisan pertokoan yang letaknya beberapa blok dari Ground Zero. Meski sebenarnya izin pemerintah sudah diberikan, pada akhirnya proyek terpaksa dibatalkan karena gelombang protes dari rakyat AS yang terprovokasi oleh hoax tersebut.
Setelah Hamas menggelar Operasi Taufan Al-Aqsha pada 7 Oktober 2023 silam, pandangan dunia kembali terarah ke Palestina. Kali ini, dunia dibikin kikuk dengan kenyataan bahwa para pejuang Hamas yang telah bertahun-tahun diisolasi di wilayah Gaza — yang ukurannya hanya sedikit lebih besar daripada Depok itu — mampu melancarkan serangan yang begitu terarah dan dengan cepat memegang kendali di luar garis perbatasan. Dalam waktu kurang dari 24 jam, lebih dari 600 prajurit zionis dikabarkan tewas, lebih dari seribu lainnya terluka, dan sekitar 700 orang dijadikan tawanan. Selain strategi perang kota yang tidak diduga-duga itu, Hamas juga berhasil membuat dunia mempertanyakan klaim keperkasaan sistem pertahanan Iron Dome yang selalu digadang-gadang mampu menjaga wilayah pendudukan dari segala serangan roket. Hingga tulisan ini dibuat, roket-roket Hamas masih terus ditembakkan ke berbagai kota seperti Ashkelon (Asqalan) dan Tel Aviv, sehingga banyak pemukim ilegal yang memutuskan untuk meninggalkan wilayah pendudukan.
Tak lama setelah serangan hari pertama, dunia kembali dikejutkan dengan berita lainnya. Nicole Zedeck, reporter dari situs berita Israel i24News, melaporkan bahwa telah ditemukan 40 bayi yang dipenggal oleh Hamas. Informasi ini berdasarkan wawancaranya dengan David Ben Zion, seorang prajurit cadangan Israel yang sehari-harinya dikenal sebagai salah seorang tokoh paling radikal dari gerakan pendudukan di Tepi Barat. Ben Zion dikenal kerap memprovokasi para pemukim ilegal untuk melakukan tindak kekerasan terhadap desa-desa yang dihuni oleh rakyat Palestina.
Isu ‘pemenggalan bayi’ itu dengan segera diteruskan oleh berbagai pihak tanpa melakukan cek dan ricek lagi. Juru bicara Perdana Menteri Israel, kantor berita CNN, bahkan hingga Presiden AS, Joe Biden, turut membicarakannya. Di Indonesia, berita bohong yang sama dengan segera disebarluaskan oleh Monique Rijkers, aktivis pro-zionis yang sempat menarik perhatian publik karena kedekatannya dengan Panji Gumilang dan Pesantren Al-Zaytun. Abu Janda, buzzer politik yang sudah dikenal luas, juga tak ketinggalan menyatakan dukungannya terhadap kaum zionis dan kebenciannya terhadap Hamas. Hingga 12 Oktober, lima hari sesudah serangan, tak ada seorangpun yang dapat memberikan bukti bahwa pemenggalan itu benar-benar terjadi. Para jurnalis yang terlanjur menyebarkan hoax bergantian meminta maaf. Meski demikian, isu tetap bergulir. Memang begitulah cara hoax bekerja.
Belakangan, kaum zionis kembali menerima pukulan-pukulan yang tidak kalah menyakitkan dari sudut yang tak disangka-sangkanya. Pukulan telak justru dirasakannya setelah Hamas membebaskan beberapa tawanan dengan alasan kemanusiaan; biasanya karena tawanan adalah orang tua, memiliki kondisi medis tertentu dan sebagainya. Pasalnya, para bekas tawanan itu justru memberikan kesaksian bahwa para pejuang Hamas telah memperlakukan mereka dengan sangat baik, seratus delapan puluh derajat dengan imej yang berusaha dibangun oleh hoax sebelumnya.
Sebagaimana yang telah dimaklumi bersama, sekadar permintaan maaf dan koreksi saja tidak mampu memadamkan hoax, apalagi jika memang ada jaringan perekayasa berita yang terus bekerja, sebagaimana yang telah dibahas tuntas oleh Nathan Lean melalui The Islamophobia Industry. Sampai hari ini, isu pemenggalan bayi masih disebut-sebut orang dan tak ada yang merasa bertanggung jawab atas kebohongan tersebut. Sejumlah selebriti dan pekerja film Hollywood yang menyurati Presiden AS Joe Biden untuk memintanya proaktif dalam upaya membebaskan para tawanan Hamas kembali mengulangi kebohongan yang sama itu. Mereka memulai surat terbukanya sebagai berikut:
Dear President Biden,
We are heartened by Friday’s release of the two American hostages, Judith Ranaanand her daughter Natalie Ranaan and by today’s release of two Israelis, Nurit Cooperand Yocheved Lifshitz, whose husbands remain in captivity.
But our relief is tempered by our overwhelming concern that 220 innocent people, including 30 children, remain captive by terrorists, threatened with torture and death. They were taken by Hamas in the savage massacre of October 7, where over 1,400 Israelis were slaughtered — women raped, families burned alive, and infants beheaded.
Pemerkosaan, pembakaran hidup-hidup — seperti pemenggalan bayi juga — tidak pernah terjadi. Meski demikian, para selebriti yang terbiasa menghabiskan uang ribuan dolar untuk sekali makan malam ini tidak memiliki cukup kepedulian untuk mengkonfirmasi kebenaran dari berita yang sampai kepadanya. Itu adalah sebuah tuduhan ringan yang masih dilandaskan atas prasangka baik. Kemungkinan terburuknya, mereka termasuk roda-roda penggerak industri Islamofobia yang memang bekerja keras untuk menyebarluaskan hoax ke seluruh penjuru dunia.
Kesan bahwa para tawanan Hamas terancam disiksa juga perlu dikritisi. AS memiliki reputasi sebagai negara yang melegalkan penyiksaan kepada orang-orang yang dianggapnya sebagai teroris, meski bukti-bukti belum mencukupi, sebagaimana yang terjadi di Abu Gharib dan Guantanamo. Sebagian orang yang telah dipenjara bertahun-tahun di kedua tempat tersebut bahkan kemudian dibebaskan begitu saja karena pada akhirnya disimpulkan bahwa pemerintah AS tak memiliki cukup bukti atas tuduhan-tuduhan yang telah dialamatkan kepadanya. Kompensasi apa yang layak diberikan kepada orang yang bukan hanya telah dirusak nama baiknya, namun juga mengalami penyiksaan fisik sekian lama, atas tuduhan yang pada akhirnya tidak terbukti?
Berlawanan dengan segala kenyataan tersebut, AS terus mencitrakan dirinya sebagai pembela kebebasan dan anti kekerasan. Di ranah hiburan, industri film turut berkontribusi mencitrakan AS sebagai korban penyiksaan. Adegan penawanan dan penyiksaan Tony Stark di Afghanistan dalam film Iron Man, misalnya, telah membuat semua lupa bahwa yang lazimnya terjadi di dunia nyata justru sebaliknya; warga Afghanistan-lah yang kerap menjadi korban kekerasan dari militer AS yang seolah tak terikat oleh hukum internasional manapun itu.
Dusta, meski disangka sederhana, adalah sebuah pelanggaran serius dalam pandangan Islam. Yang kita dipertunjukkan secara telanjang bulat sekarang ini bukan sekadar kebohongan yang menguntungkan pelakunya saja, melainkan yang mengakibatkan fitnah besar dan penderitaan yang dahsyat kepada orang lain. Maka dapatlah kita mengukur beratnya kata-kata Rasulullah saw berikut ini:
Rasulullah bersabda, ‘’Berpegang teguhlah dengan kebiasaan berkata jujur. Sesungguhnya kejujuran mengantarkan kepada kebaikan. Kebaikan akan mengantarkan ke Surga. Seseorang yang selalu berkata benar, dia akan ditulis di sisi Allah sebagai orang yang benar. Dan jauhilah dusta. Sesungguhnya berdusta mengantarkan kepada kejahatan. Kejahatan mengantarkan ke Neraka. Seseorang yang biasa berdusta, dia akan ditulis di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Berbeda dengan Islam, zionisme nampaknya justru tak dapat hidup tanpa dusta.
wassalaamu’alaikum wr. wb.
Hasbunallah Wa Nikmal Wakil Nikman maula wanikman nasiir
Posted at 13:26h, 27 OctoberSemoga Allah segera turunkan azab pada zionis Israel dan siapapun yang mendukungnya, termasuk Amerika
Rifka Lutfi
Posted at 13:56h, 27 OctoberBaru tahu terkait cara kerja hoax yg selama ini belum diajarkan di bangku kuliah.
Selebriti Hollywood seperti the Hadid sisters bukan hanya terancam kehilangan karirnya di dunia modelling tapi juga terancam nyawanya krn keberpihakannya pada Palestina