Buya Hamka dikenal luas dari berbagai sisi. Sebagian mengenalnya sebagai ulama, ada pula yang mengenal beliau sebagai sastrawan. Beliau juga dikenal sebagai seorang penulis produktif, sejarawan, filsuf, budayawan Minangkabau, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang pertama, dan juga telah dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional sejak beberapa tahun silam.
Sebelum semuanya itu, Hamka muda lebih dikenal karena sosok ayahnya, Haji Abdul Karim Amrullah, yang merupakan ikon utama pergerakan ulama ‘kaum mudo‘ pada zamannya. Meski ayahnya adalah seorang ulama besar, namun proses pewarisan di antara ayah dan anak ini pada awalnya sangat jauh dari lancar. Hamka muda justru menghadapi banyak masalah dalam pendidikannya, sehingga ayahnya sendiri hampir putus asa dengannya.
Dalam sebuah tulisannya yang dimuat dalam buku Kenang-kenangan 70 Tahun Buya Hamka, salah seorang sahabat dari masa kecil Hamka, M. Zein Hassan, menceritakan bagaimana pergulatan Hamka dari kehidupan yang luntang-lantung menjadi seorang ulama yang kita kenal kini. Atau, sebagaimana yang digambarkan oleh Zein sendiri: dari Malik menjadi Prof. Dr. Hamka. Pada kajian rutin Halaqah Anak Minangkabau (HAMKA) edisi Selasa, 8 Februari 2022, saya membacakan artikel tersebut dan mendiskusikannya bersama para peserta kajian.
Banyak hikmah yang bisa kita dapatkan dari masa muda Buya Hamka. Silakan menyimak video rekaman kajian tersebut, dan jangan lupa subscribe channel Youtube HAMKA untuk menyimak kajian-kajian berikutnya!
No Comments