04 Aug Influencer
assalaamu’alaikum wr. wb.
Lagi dan lagi, publik dikecewakan oleh mereka yang terlanjur dikenal sebagai influencer. Memang sebutan ini tidak menunjukkan profesi dalam bentuk yang paling non-formalnya sekalipun seperti selebgram, youtuber, podcaster dan semacamnya. Meski demikian, istilah “influencer” justru memiliki bobot yang lebih ketimbang nama-nama tadi, sebab ia menunjukkan bahwa pemiliknya adalah orang yang memiliki pengaruh.
Dalam kajian-kajian ilmu politik, ada perbedaan yang sangat mendasar antara kuasa (power) dan pengaruh (influence). Sementara kuasa bersifat koersif, sehingga bisa memaksa orang untuk menerima tujuan-tujuan yang diberikan oleh sang pemilik kuasa, maka orang yang memiliki pengaruh dapat mengajak orang-orang untuk secara sukarela berkontribusi untuk tujuan-tujuan yang sama. Sepanjang sejarah peradaban manusia, tidak sedikit penguasa yang resah pada orang-orang yang berpengaruh.
Ada begitu banyak influencer yang postingannya di Instagram begitu-begitu saja. Dibilang bervariasi, tidak terlalu. Hanya dari pantai ke pantai saja, paling baju renangnya saja berganti-ganti. Pose tidak terlalu banyak perubahan. Sudut pengambilan gambar diupayakan betul tidak berubah, sebab setiap orang punya sudut terbaiknya. Caption? Apalagi! Fotonya berbikini, teksnya “Stop menghakimi orang,” begitupun pasti disukai juga oleh para pengikutnya. Tidak perlu berpayah-payah memikirkannya, sebab logika yang berlaku kurang lebih sama seperti yang digunakan oleh para supir truk ketika menghias kendaraannya dengan gambar perempuan seksi yang dipadu dengan kata-kata mutiara penuh hikmah. Barangkali, keindahannya memang terletak pada kontradiksi itu sendiri. Atau, bisa jadi pula kata-kata hikmah itu semacam penenang jiwa yang memikirkan dosa setelah membuat gambar seksi yang membuat banyak orang dihanyut imajinasi.
Di kanal Youtube, ada begitu banyak anak muda yang sukses menuai subscriber dengan obrolan-obrolannya. Meskipun cuma ngobrol-ngobrol, namun setiap postingannya ditunggu-tunggu. Berbeda dengan di Instagram, di mana orang menunjukkan kebejatannya secara halus, di Youtube rupanya tak ada yang merasa perlu menginjak rem lagi! Muncullah pasangan muda yang bolak-balik bahas perkara urusan ranjang. Tampillah rapper yang mengatakan terus terang bahwa istrinya hamil duluan sebelum dinikahi, sementara sang istri duduk-duduk dan senyam-senyum saja di sebelahnya. Di Bulan Ramadhan, ketika setan dibelenggu, ada Youtuber yang membagi-bagikan paket sembako yang ternyata isinya cuma batu. Ada juga ‘keistimewaan’ di Bulan Dzulhijjah, karena ‘paket sembako’ berganti dengan ‘daging qurban’, dan ‘batu’ diimprovisasi menjadi ‘sampah’. Kalau mampu melakukan prank semacam itu, sahlah Anda sebagai Youtuber sejati!
Di saat pandemi begini, para influencer masih harus bersaing pula dengan para selebriti yang sudah kadung punya nama besar di dunia hiburan. Sepi job boleh, asal tidak kehabisan ide. Kalau tidak ada yang mengajak syuting, ya terpaksa syuting sendiri. Supaya tidak kesepian, undanglah pembicara lain untuk membicarakan persoalan-persoalan yang nyata dan aktual. Tentu saja pandemi adalah salah satu tema paling panas saat ini. Menunya bisa dipilih sendiri: mau bahas Covid-19 dengan dokter hewan, atau dengan profesor palsu?
Kalau masih malu-malu, dengan akun anonim pun bisa menebarkan pengaruh. Coba saja tanyakan kepada para penganut teori bumi datar (flat earth) yang begitu taat dengan teorinya tersebut; di mana rujukan teorinya? Besar kemungkinan, Anda akan diajak untuk menonton sejumlah video yang bisa diakses oleh siapa saja di Youtube. Siapa pemilik akunnya? Memangnya ada yang peduli?
Orang dapat menjadi influencer karena berbagai macam alasan yang sulit diterima jika dikemukakan sekira dua dekade yang lampau. Dengan membiasakan berkata-kata kotor, maka Anda dapat dengan segera menarik minat segmen tertentu. Dengan menista agama dan menghina ulama, banyak follower yang akan segera memakan umpan yang telah Anda tebarkan. Jika dulu, di buku-buku pelajaran sekolah, bangsa Indonesia digambarkan masyarakatnya sangat religius dan santun, maka agaknya itu semua kini butuh direvisi. Inilah masa-masa ketika semua hal yang ditawarkan agama dianggap salah; daging babi tidak haram karena sebenarnya enak, zina asal konsensual maka boleh (bahkan sudah ada yang membuatkan disertasinya), orang marah-marah melulu tandanya tidak korupsi, sedangkan hijab haruslah diganti dengan kebaya, karena budaya Nusantara lebih baik daripada Arab.
Belakangan, ada dosen yang tersandung kasus pelecehan seksual. Di Twitter, ia sudah lama menjadi tukang memaki orang-orang yang memiliki aspirasi politik berbeda dengannya. Setelah sekian lama mencitrakan dirinya sebagai sosok intelektual dan moralis, kini nama baiknya tercoreng. Melalui sebuah video yang disebarkan melalui media sosial, ia mengakui telah melakukan pelecehan seksual kepada entah berapa banyak perempuan. Pelecehan itu dilakukan dalam bentuk verbal dengan kedok ‘riset’ tentang fenomena seks berganti pasangan alias swinger. Ia pun mengakui bahwa riset itu tak pernah ada, dan swinger yang dibicarakannya itu adalah fantasi seksualnya sendiri. Demi kelengkapan informasi, perlu juga dijelaskan bahwa — dalam fantasinya itu — ia melakukan hubungan seks berganti pasangan dengan perempuan yang berhijab, karena hijab itu termasuk unsur esensial dalam fantasinya. Detil ini sangat menarik jika disandingkan dengan fakta bahwa postingannya sehari-hari yang menunjukkan bahwa ia lebih cenderung berada pada ‘kubu kebaya’.
Bicara soal pengaruh memang tidak mesti dimulai dari era media sosial. Jauh sebelum internet mendominasi hidup kita, rakyat sudah disibukkan dengan polemik seputar moral dan joget seronok. Kata para pembela joget tersebut, apa yang terjadi di atas panggung hanyalah hasil dari sebuah kreativitas artistik. Karena itu, tak perlu dipandang dari kacamata moral, apalagi agama. Padahal, menyuruh perempuan untuk buka aurat dan bergoyang erotis untuk mendulang uang sulit sekali untuk dibilang kreatif, karena sama sekali bukan gagasan baru.
Ada yang mengatakan bahwa munculnya influencer-influencer yang tak berkualitas itu sebenarnya salah kita juga, atau lebih tepatnya salah para da’i atau pemilik konten-konten positif. Mengapa mereka kalah berpengaruh? Akan tetapi, fenomena yang terakhir itu bisa dimanfaatkan sebagai cermin untuk melihat kenyataan yang selama ini tak terpikirkan oleh banyak orang. Memang runyam kiranya jika ilmu disuruh berkompetisi melawan hawa nafsu, sebab hawa nafsu bisa dipahami oleh mereka yang tak berilmu sekalipun. Perlu berbab-bab buku untuk meyakinkan pembaca agar sudi mencermati kandungan Al-Qur’an dan menjadikannya pegangan hidup, namun hanya butuh kulit mulus dan beberapa detik saja untuk mendapatkan perhatian mereka yang dikuasai syahwat-nya sendiri.
Karena tujuan influencer adalah sekadar menambah jumlah pengikut, maka amatlah tidak bijaksana jika para da’i menggunakan pendekatan yang sama dalam dakwahnya. Memanglah lebih mudah untuk menjerat manusia dengan hawa nafsunya sendiri ketimbang mengajak akal mereka berpikir. Karena itu, ungkapan “Orang yang curhat sebenarnya tidak butuh nasihat, hanya ingin didengarkan” — sebagaimana yang pernah muncul dalam postingan sebuah komunitas hijrah — dapat dengan mudah menerima pembenaran, sebab ia sesuai dengan keinginan banyak orang. Akan tetapi, ada perbedaan yang jelas antara keinginan dan kebutuhan. Rasulullah saw sendiri dalam salah satu hadits-nya secara tegas menyatakan bahwa agama (Islam) adalah nasihat, sedangkan Al-Qur’an menjadikan tindakan saling menasihati (yang artinya saling memberi dan juga menerima nasihat) itu sebagai salah satu persyaratan agar tidak menjadi manusia yang merugi. Semestinya, manusia diseru untuk sudi menerima nasihat, bahkan memintanya. Akan tetapi, mengaku diri tak membutuhkan nasihat memang jauh lebih dekat dengan hawa nafsu.
Jika jumlah audiens, follower atau subscriber yang dicari, maka melayani hawa nafsu memang pilihan yang akan paling cepat membuahkan hasil. Tidaklah heran jika ada penceramah yang tenang-tenang saja diminta bicara hanya dua puluh menit, dan lima belas menitnya ia pergunakan untuk berpantun dan bercanda. Pulang dari acara, tanpa rasa bersalah ia kantongi amplop yang telah diisi uang sepuluh juta rupiah. Sejak awal, yang menjadi tujuannya memang bukan memberi pencerahan dan memicu perubahan, melainkan apa yang kini tersembunyi di kedalaman kantongnya.
Demi memikat segmen anak muda, konon cukup kuasai tiga tema saja: urusan pertemanan, urusan percintaan, dan hubungan dengan orang tua. Jangan bebani mereka dengan sejarah Andalusia dan tanggung jawab mereka untuk mengembalikan peradaban Islam kepada musim seminya. Bangkitkanlah sensasi dengan mendeskripsikan kiamat hingga ke detil terkecilnya — plus spekulasi dan cocoklogi jika masih dibutuhkan ‘bumbu tambahan’ — namun tak perlu ingatkan mereka bahwa satu-satunya cara untuk selamat dari fitnah Dajjal adalah dengan terus bergerak. Eksploitasi terus jiwa muda-mudi yang kesepian dengan romantisme, tanpa perlu menyangkut-pautkan cinta dan rumah tangga itu dengan tugas kolektif umat dalam memajukan kehidupan umat.
Keberadaan influencer yang memberikan pengaruh buruk pada masa kini mengajari kita bahwa memang sebagian besar manusia akan memilih untuk menjadi buih. Tentu kita ingin dakwah ini diterima oleh setiap orang, namun hal itu tidak bisa hanya diupayakan oleh para da’i. Mereka, sebagai manusia dewasa, juga harus berjuang untuk mengejar hidayah itu dan menerimanya tanpa syarat. Dakwah memang harus fleksibel, namun bukan berarti tak ada lagi batas yang tak boleh dilanggar. Janganlah gelisah karena hanya sebagian kecil orang yang mau menerima pencerahan, sebab yang sedikit itu — jika dakwah ini dilakukan dengan benar — niscaya jauh lebih berkualitas daripada yang banyak.
wassalaamu’alaikum wr. wb.
Nurul
Posted at 17:26h, 04 AugustBagus sekali bang tulisannya, mencerahkan, membangunkan kesadaran atas realitas yg memprihatinkan saat ini. Bising sekali rasanya hidup di zaman skrg. Perlu kejernihan nurani agar tetap berada dlm jalan yg benar.. Semoga Allah selalu berikan petunjuk pada kita semua.. Aamiin..
malakmalakmal
Posted at 19:24h, 04 AugustMaasyaa Allaah, benar sekali. Makin mendekati akhir zaman, fitnahnya makin kencang.
Diaz Ahmad
Posted at 21:17h, 04 AugustTerima kasih bang, menginspirasi dan mengguggah. Pasti berat memiliki idealisme dan cita2 untuk ummat di tengah pendemi nafsu syahwat dan cinta dunia. Semiga Abang dalam keberkahan dan lindungan Allah selalu aamiin.
malakmalakmal
Posted at 06:09h, 06 AugustMaasyaa Allaah, memang berat kalau harus dilalui sendirian. Mari saling mendoakan…
m. indarto wibowo
Posted at 06:35h, 05 AugustFitnah semakin kencang, kebenaran semakin tertutupi. Yang berzina semakin disukai, yang bertobat semakin dijauhi. Subhanallah. Semoga Allah selalu memberikan perlindungan bagi kita dan anak2 kita semua. Aamiin ya Allah
malakmalakmal
Posted at 06:10h, 06 AugustAamiin yaa Rabbal ‘aalamiin…
rusyidien
Posted at 20:13h, 05 Augustterwakili sudah perasaan ini dengan tulisan ini, masya Allah…tabarakallah bang….
malakmalakmal
Posted at 06:10h, 06 AugustAlhamdulillaah. 🙂
Nadheefa Purnajaya
Posted at 23:38h, 07 AugustMaa syaa Allah Ustad… Terima kasih atas tulisannya. Benar, sekarang zamannya seperti semua orang dapat menjadi sumber kebenaran padahal belum tentu dia benar perkataannya atau perbuatannya..saya mau daftar notification by email nih. Syukron Stad.
malakmalakmal
Posted at 09:43h, 08 AugustMaasyaa Allaah…
Ashar Sukma
Posted at 22:20h, 16 AugustTerima kasih kang sudah banyak mengingatkan melalui tulisan ini.
malakmalakmal
Posted at 10:50h, 17 AugustSemoga bermanfaat 🙂
Likhawaddin
Posted at 10:04h, 08 SeptemberMasyallah, tulisnya bagus sekali UStad. bikin otak jadi makin terisi..alhamdulillah selalu ditunggu nih tulisan-tulisan UStad
btw poadcast Malnutrisinya di update juga dong Ustad heheheh 😛
Cut Syafira Aldina
Posted at 09:40h, 12 SeptemberYa Allah baru bisa baca sekarang. Pagi-pagi uda jadwalin pokoknya baca tulisan ustad akmal. Bener-bener sarapan otak yang ampuh bikin hati ini beristighfar berkali-kali. Otak apa hati sih sebenarnya haha. Mudah-mudahan bisa nulis serapi ustad
malakmalakmal
Posted at 10:19h, 12 SeptemberFira lagi sibuk bikin cerita di Instagram sih 😀
Suhailah
Posted at 15:34h, 13 JulyTerimakasih ustadz semoga ini bisa jadi pelecut bagi kami untuk lebih bisa memaksimalkan potensi diri dan memberi sumbangsih lebih pada agama ini.
Sisie Aisyiah Az Zahrah
Posted at 09:51h, 15 JulyMaa syaa Allash, Ustadz. Terima kasih atas nutrisi super bermutunya.