Menimbang Miras dengan Akal yang Tak Mabuk
532
post-template-default,single,single-post,postid-532,single-format-standard,theme-bridge,bridge-core-2.8.9,woocommerce-no-js,qode-page-transition-enabled,ajax_fade,page_not_loaded,,qode_grid_1300,qode_popup_menu_push_text_top,qode-content-sidebar-responsive,columns-4,qode-child-theme-ver-1.0.0,qode-theme-ver-29.1,qode-theme-bridge,disabled_footer_top,disabled_footer_bottom,wpb-js-composer js-comp-ver-6.7.0,vc_responsive,elementor-default,elementor-kit-1780

Menimbang Miras dengan Akal yang Tak Mabuk

Menimbang Miras dengan Akal yang Tak Mabuk

assalaamu’alaikum wr. wb.

Di tengah hujan air mata akibat banyaknya kasus kekerasan yang dipicu oleh minuman keras (miras), dan mencapai klimaksnya dengan kasus Yuyun di Bengkulu, pemerintah mengambil langkah mengejutkan dengan mencabut Perda Miras. Perdebatan kembali merebak, sementara masih segar dalam ingatan bagaimana Gubernur Papua melarang peredaran miras di daerahnya. Seolah-olah, dampak buruk miras hanya dipahami oleh orang-orang Papua, sedangkan di daerah lain orang masih meraba-raba.

Seseorang mengirimi saya sebuah data statistik dalam bentuk grafis yang cukup mudah untuk dipahami. Nampaknya, ia ingin menggugat pendapat saya tempo hari di berbagai akun media sosial yang menghubungkan miras dengan kasus-kasus pemerkosaan. Jika kita melihat data tersebut, kita akan mendapati bahwa di negara-negara Barat yang menjual bebas miras, angka pemerkosaan malah lebih rendah.

Pertama, saya tidak tertarik dengan debat statistik, sebab statistik adalah statistik. Di sini ada statistik yang bilang A, di sana ada yang bilang B. Ada yang bilang negara X kualitas pendidikannya paling baik, tapi di statistik lain ternyata negara X pula yang tingkat bunuh dirinya paling tinggi. Di Indonesia, kita sudah akrab dengan statistik-statistik bombastis yang entah bagaimana membikinnya, misalnya yang menyebutkan tiga dari empat siswi SMA di kota anu sudah melakukan hubungan seks di luar nikah. Bisakah kita percaya pada lembaga-lembaga statistik sekarang ini? Entahlah.

Kedua, mentang-mentang sekarang ini era globalisasi – yang artinya dunia telah menjadi sebuah global village – tidak berarti semua daerah bisa dipukul rata dengan analisis yang sama dalam membaca statistik, sebab masyarakat dunia masih sangat berbeda. Anggaplah memang benar negeri-negeri yang menjual bebas miras itu tingkat pemerkosaannya lebih rendah. Apakah itu pertanda baik? Tergantung kaca mata ideologi dan pisau analisis yang Anda gunakan!

Jika Anda adalah seorang individu sekularis-liberal yang menjunjung tinggi nilai kebebasan di atas segala-galanya, maka statistik tadi mungkin bisa dianggap mencukupi. Ya, sebab yang penting bagi Anda adalah tidak terjadinya pemerkosaan. Adapun zina, itu tidak termasuk dalam daftar pemikiran Anda. Maka wajarlah jika Anda anggap bahwa keadaan di negara-negara seperti itu baik-baik saja. Tapi bersiaplah kecewa jika kemudian disodori daftar statistik kejahatan lain yang juga dipicu oleh miras, meski bukan pemerkosaan. Hal-hal itu mencakup tawuran, pembunuhan, kekerasan dalam rumah tangga, dan tambahkan juga jumlah manusia yang menderita akibat kecanduan alkohol, baik penderitanya secara langsung atau mereka yang menderita karena sang pecandu.

Kembali ke masalah pemerkosaan. Kejahatan yang satu ini terjadi karena satu pihak memaksa dan pihak yang lain dipaksa. Sederhananya begitu. Umumnya, laki-laki yang memperkosa perempuan. Sederhanakanlah begitu. Dengan demikian, seorang laki-laki memperkosa karena ia memaksakan keinginannya kepada seorang perempuan yang tidak memiliki keinginan yang sama. Bagaimana jika sang lelaki dan perempuan menginginkan hal yang sama, padahal mereka bukan suami-istri? Bagi yang sekuler-liberal, masalah sudah selesai, sebab ini bukan pemerkosaan. Akan tetapi di mata mereka yang taat beragama, ini adalah sebuah pelanggaran berat yang disebut sebagai zina.

Di Barat, yang selain menganggap normal miras juga menganggap wajar zina, maka seorang lelaki tidak mesti mabuk dan memperkosa seorang perempuan, atau mencekokinya dengan miras sebelum memperkosanya. Bahkan kalau perlu dibuat mabuk pun tak perlu dipaksa-paksa. Ajak saja minum-minum, banyak perempuan yang akhirnya kelewat batas hingga terbangun di pagi hari entah di tempat tidur siapa. Itu bukan pemerkosaan, karena masing-masing bertanggung jawab atas miras yang ditenggaknya sendiri. Itu namanya taking advantage, tapi tak ada pasal kriminalitasnya. Buat apa memperkosa, jika dengan dirayu saja bisa? Atau jika kebetulan cukup uang dan malas merayu, sekalian saja cari pelacur profesional. Hei, yang satu itu juga dianggap wajar di Barat! Jadi, buat apa memperkosa?

Yang repot adalah negeri-negeri Muslim yang kehilangan kepribadiannya. Kaum lelakinya dicekoki pornografi, miras merajalela, namun kebanyakan kaum perempuannya masih ingin menjaga diri, minimal menjaga kemaluannya. Satu pihak dipancing-pancing, pihak lain pasif, di satu sisi bertahan, tapi banyak juga yang ikut memancing. Lemparkanlah miras ke dalam persamaan ini, dan saksikanlah kekacauannya!

 

 

Ketika diundang ke sebuah acara Gerakan Nasional Anti Miras (GENAM) beberapa tahun silam di sebuah kafe di bilangan Tebet, saya mengatakan tegas bahwa Islam mengharamkan miras tanpa batas minimal dan tanpa batasan umur. Seperti apa pun aturan yang hendak kita buat lebih longgar daripada itu takkan relevan dalam urusan miras. Sebab, miras itu sendirilah yang membuat segala aturan menjadi tidak relevan.

Saya menjelaskan bahwa akal manusia tidak terjun bebas begitu saja ketika seseorang menenggak miras. Kesadarannya menurun secara bertahap. Bayangkanlah sebuah grafik menurun landai (terserah seperti apa persisnya) dari 100% hingga 0%. Titik awal di 100% menunjukkan akal sehat, sedangkan 0% menunjukkan mabuk sampai hilang kesadaran. Sebelum minum, akal Anda masih sehat. Anda tahu Anda hanya boleh minum – katakanlah – tiga botol sebelum mabuk (seorang pemabuk biasanya tahu ukurannya sendiri). Ketika akal Anda masih 100%, mudah saja bertekad untuk membatasi diri minum sebanyak tiga botol. Tapi setelah menenggak 1 botol, barangkali akal Anda tinggal 75%, dan diam-diam Anda mulai bertanya-tanya apa iya hanya boleh tiga botol. Ketika akal Anda tinggal 50%, mungkin Anda merasa sudah terlanjur mabuk dan bertekad akan berhenti di botol ketiga, kemudian menyuruh teman Anda untuk menyetir pulang. Tapi ketika akal tinggal 25%, semua aturan menjadi absurd. Tahu-tahu Anda sudah minum lima botol, memukul bartender, kencing di pinggir jalan, meninggalkan rekan Anda mabuk sendirian di bar, kemudian menyetir mobil sendirian dan menabrak orang di jalan. Itulah sebabnya prinsip “don’t drink and drive” tidak ada pengaruhnya di Barat! Yang namanya aturan hanyalah bisa dipahami oleh yang berakal. Masalahnya, yang dirusak oleh miras adalah akal itu.

Mau memperberat hukuman bagi para pemerkosa? OK. Tapi sebelum bicara lebih jauh, pikirkanlah kembali: dapatkah orang-orang mengingat beratnya hukuman di penjara jika ia tengah di bawah pengaruh miras? Lagi-lagi terbukti bahwa miras telah membuat semua aturan menjadi tidak relevan, sebab orang mabuk tak ada yang ingat pada aturan.

Akal yang kita gunakan untuk membedakan mana yang benar dan yang salah, kebaikan dan kejahatan, yang beradab dan yang biadab; itulah mangsanya miras! Islam sangat menjaga kejernihan akal, sebab banyak masalah yang harus kita telaah dengan akal sehat, bukan akal yang mabuk. Begitu pentingnya akal sehingga menjaga akal (hifzh al-‘aql) dijadikan salah satu poin dari maksud-maksud ditetapkannya syari’at (maqashid al-syari’ah). Tanpa akal, manusia tidak seperti manusia lagi, bahkan sudah terbukti berkali-kali bisa lebih buruk daripada hewan sekalipun. Wajar, sebab hewan hanya berbuat sesuai insting, dan insting tak pernah mendorong mereka berbuat berlebihan. Hal yang melampaui batas itu hanya dilakukan oleh manusia yang kehilangan akalnya.

Sekarang, bangsa Indonesia harus menentukan sikapnya. Tentu dengan akal sehat.

wassalaamu’alaikum wr. wb.

8 Comments
  • Ayu
    Posted at 15:35h, 26 December Reply

    Larangan khamar dalam Islam sudah sangat jelas namun karena hawa nafsu dan ketidaktahuan, larangan tersebut tidak digubris

    • malakmalakmal
      Posted at 16:43h, 26 December Reply

      Bukan hanya larangannya tdk digubris, malah ada yg mengerahkan kemampuan akalnya utk merasionalisasi konsumsi miras.

  • Ashoka Wira Parama Arta
    Posted at 18:01h, 26 December Reply

    Ada sebuah teori lainnya juga saat saya berdiskusi dengan seorang perokok. Katakanlah negara Amerika banyak memberikan propaganda mengenai bahaya merokok dan manfaat serta tata cara meminum miras yang aman.
    Bahkan dalam beberapa kasus turut memengaruhi kebijakan mengenai cukai miras. Ternyata ada keuntungan yang ingin dibangun di sini, dikarenakan Amerika adalah salah satu produsen miras.

    Jadi pada intinya, negara2 Barat mendukung miras juga karena mereka menjualnya #CMIIW

    • malakmalakmal
      Posted at 22:08h, 02 January Reply

      Shahih. Ini semua cuma soal duit buat mereka 🙂

  • irpansae
    Posted at 05:26h, 28 December Reply

    Ilmu itu penting dan tidak kalah penting juga adalah menyebarkan ilmu itu sendiri,termasuk ilmu tentang akidah. Seorang muslim berakidah pastilah tidak perlu berfikir panjang untuk menilai bahaya dan baik-buruk nya miras.
    semoga tulisan dan media2 seperti SPI ini semakin istiqamah besar dan membawa pencerahan…Aamiin

    • malakmalakmal
      Posted at 22:09h, 02 January Reply

      Aamiin yaa Rabbal ‘aalamiin… 🙂

  • Rojak BUHTIJANI
    Posted at 07:48h, 07 April Reply

    Baca ini saat ikut kajian KALAP 01. Thnaks Ustadz…..

    • malakmalakmal
      Posted at 09:01h, 07 April Reply

      Semoga bermanfaat 🙂

Post A Reply to malakmalakmal Cancel Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.