Negeri Para Pecinta Ironi
729
post-template-default,single,single-post,postid-729,single-format-standard,theme-bridge,bridge-core-2.8.9,woocommerce-no-js,qode-page-transition-enabled,ajax_fade,page_not_loaded,,qode_grid_1300,qode_popup_menu_push_text_top,qode-content-sidebar-responsive,columns-4,qode-child-theme-ver-1.0.0,qode-theme-ver-29.1,qode-theme-bridge,disabled_footer_top,disabled_footer_bottom,wpb-js-composer js-comp-ver-6.7.0,vc_responsive,elementor-default,elementor-kit-1780

Negeri Para Pecinta Ironi

Negeri Para Pecinta Ironi

assalaamu’alaikum wr. wb.

Inilah negeri para pecinta kontradiksi. Begitu mendalamnya pengaruh fiksi, sehingga fakta tak lagi diminati. Tak ada yang suka dengan kenyataan, karena kebohongan lebih mampu menyesuaikan diri dengan imajinasi di kepala para pemimpi. Inilah negeri yang rakyatnya tak hendak dibangunkan dari tidur, karena terlalu takut dengan kenyataan.

Di sini, di negeri yang tak berwajah dan tak lagi bernama, kami terbiasa mengagungkan budaya dan melecehkan agama. Kalau ada yang baik-baik, itulah budaya bangsa. Kalau terjadi apa yang tak diinginkan, itu tandanya agama telah gagal. Sejak dulu negeri ini beragama, namun masalah tak kunjung selesai. Sejak dulu agama dipinggirkan, namun terus saja dimintakan pertanggung jawabannya.

Di negeri kami, pemuda yang rajin shalat disebut sebagai orang shalih, atau orang alim. Kalau rajin sekali, maka ia sok alim. Tapi ada juga yang tak pernah terlihat batang hidungnya di masjid, mushola dan langgar, namun betapa pandai ia berceramah, suaranya menggelegar dan mimiknya meyakinkan. Kami sebut ia wali, justru karena tak pernah shalat. Karena shalat itu entah apa tujuannya. Mungkin ia hanya dibutuhkan oleh mereka yang sering lupa dengan Allah, sehingga harus sering-sering disuruh shalat. Adapun para wali kami, yang tak pernah shalat itu, memang sudah dua puluh empat jam terkoneksi langsung dengan Allah. Ruku’ dan sujud sudah tidak relevan lagi baginya, karena maqom-nya sudah terlalu tinggi. Ia sudah paham hakikat, sudah sampai ke tepian ma’rifat. Tak ada guna baginya syari’at!

Di negeri yang bukan-bukan ini, para pemudi yang berhijab semakin banyak, tapi yang lebih dikagumi adalah yang hatinya berhijab. Hati mereka bersih, meski auratnya milik semua mata yang memandang. Mereka adalah simbol kebebasan, karena aurat itu tanda intelektualitas. Apa yang lebih tepat untuk melambangkan kebebasan selain dari pelanggaran? Mereka adalah gadis-gadis yang tidak terpenjara oleh orang tua dan rumah tangga, karena tubuhnya adalah miliknya sendiri. Merekalah yang memutuskan auratnya milik siapa, tubuhnya dibagi dengan siapa, janin macam apa yang boleh menghuni rahimnya, dan janin mana yang kurang beruntung sehingga dengan sangat terpaksa harus dikorbankan karena kesalahan yang tak pernah diperbuatnya. Mereka adalah simbol kebebasan, karena setiap sisi kemanusiaan telah dicampakkannya sesuka hati.

Agama itu baik, namun tak beragama itu lebih baik, lebih ilmiah, lebih rasional, dan lebih layak. Ini memang negeri berketuhanan, tapi bukan beragama, sebab meyakini Tuhan tidak mesti dengan meyakini sebuah agama. Di negeri ini, orang bisa bertuhan tanpa harus beragama. Karena beragama itu baik-baik saja, namun tidak beragama nampaknya lebih menarik.

Sudah berapa lama engkau mengenal negeri ini? Di negeri ini, seorang pelacur harus dihadapi dengan praduga tak bersalah, sedangkan ulama harus dicurigai karena keulamaannya. Jika dahinya hitam, maka ia (diasumsikan) riya’ karena (diasumsikan) sujud dengan cara sedemikian rupa agar berbekas. Jika ia bersorban, maka ia (diasumsikan) riya’, karena ingin nampak seperti orang shalih. Jika ia memelihara janggut, maka ia (diasumsikan) riya’ pula, karena memang definisi riya’ itu adalah sikap berusaha mengikuti orang-orang shalih, apalagi Nabi. Nabi memang shalih, tapi mengikutinya itu riya’. Pahamilah, jika memang engkau ingin tinggal permanen di sini.

Inilah negeri kami. Para pendahulu kami bertakbir ketika mengusir penjajah, dan kini kami haramkan takbir itu, sebab para penjajah di masa ini sangat bermurah hati dalam berbagi keuntungan. Dahulu masjid dan langgar menjadi basis perlawanan, namun kini kami meyakini bahwa setiap pengajian adalah bibit ekstremisme. Paham radikal ada di mana-mana, menyelinap di setiap mimbar, terkandung dalam setiap kitab, dan ada di kepala setiap da’i. Di negeri ini, mayoritas rakyatnya beragama, dan sekarang agama itulah yang kami musuhi. Engkau pasti dan harus mengerti.

Bergabunglah dengan kami, kaum rasionalis sejati! Di negeri ini, tak ada yang bersih suci dari korupsi kecuali mereka yang mulutnya suka menghardik dan lidahnya suka mengeja kotoran. Kami adalah masyarakat yang logis dan intelek, sedangkan penelaahan kami telah sampai pada kesimpulan bahwa pejabat yang suka marah-marah itu adalah yang jujur dan tak pernah menyembunyikan apa-apa. Ia suci dan menyucikan bagai air hujan yang bisa dipakai wudhu’, meski kami sendiri tak suka shalat dan tak tahu caranya shalat dengan benar.

Kami adalah masyarakat yang paling memahami hakikat, walau tindakan kami suka berlawanan dengan perkataan. Kami adalah bangsa yang paling benci korupsi, namun kami selalu setia memilih partai yang paling sering korupsi dan setiap pemimpin yang didukungnya. Kami benci ketidakjujuran, namun kami dengan setia berbaris menantikan berita terbaru dari media massa yang gemar mendistorsi.

Kami adalah anak-anak negeri yang paling mengerti esensi. Pengetahuan adalah hal terpenting, meski tidak tercermin dari perbuatan. Kalau ada kyai yang rambutnya gondrong berantakan dan bercandanya saru, maka itulah kyai kami. Kalau ada intelektual muda yang sehari-harinya memaki, maka dari orang yang semacam itulah kami menuntut ilmu. Karena esensi kebenaran adalah kontradiksi, pastilah engkau belum memahami kebenaran sebelum melakukan yang sebaliknya. Engkau belum mengenal yang haq sebelum mengakrabi yang bathil.

Di negeri ini, kami mengamalkan tauhid yang sebenar-benarnya tauhid. Tiada Tuhan selain Allah, dan karena itu, semua yang disebut tuhan pastilah Allah. Semua agama sama, karena semua ingin diakui benar. Yang tuhannya satu, dua, tiga, atau tiga ribu, semuanya benar. Yang mengatakan bahwa martabat Tuhan tak mungkin direndahkan itu benar, dan yang mengatakan bahwa tuhan bisa mewujud sebagai manusia pastilah benar juga. Semua agama ini benar, semua kitab sucinya benar, meski kitab sucinya menyalahkan agama-agama lain dengan menyebut namanya secara spesifik dan tidak ambigu.

Engkau belum ber-tauhid sebelum mengakui Tuhan sebagai satu-satunya yang benar. Tiada kebenaran di luar Tuhan; tidak di dalam Kitab Suci, tidak pula dari lisan suci sang Nabi. Jangan mengaku kritis sebelum engkau mengkritisi Kitab Suci, jangan merasa yakin sebelum engkau coba-coba skeptis kepada sang Nabi. Jika engkau beriman, maka engkau adalah orang yang malas berpikir. Jika engkau tidak curiga pada motif pribadi Nabi, maka engkau taqlid buta. Tirulah dia, sang pelopor kebebasan, sang penghulu liberalisme, yang dulu menolak bersujud kepada manusia. Itulah tauhid yang sejati, yang menolak tunduk kecuali pada Tuhan. Merdekakan dirimu dari agama, jika memang benar engkau menyembah Tuhan.

Kami, anak-anak bangsa ini, telah sejak lama menganut agama yang cinta damai, yang memaafkan walau dizalimi, memaafkan walau dihina, memaafkan walau diludahi, dan memaafkan walau dibunuhi. Itulah sebabnya kami berhasil merebut kemerdekaan setelah bertahun-tahun dijajah. Kami memerdekakan negeri ini dengan cinta, dengan memaafkan para penjajah, dengan memuji para penista, dan berangkulan bersama para penindas. Tidak, tidak ada tempat untuk kebencian di negeri ini! Semuanya akan kita hadapi dengan cinta, apalagi maksiat. Sebab, di antara kami masih banyak yang mencintai kemaksiatan. Maka perlakukanlah ia dengan penuh cinta. Maafkanlah mereka yang membunuhmu secara perlahan, karena itulah kebajikan sejati. Diamlah, dan jadilah boneka yang baik. Itulah ajaran kebenaran.

Kami adalah para pecinta kontradiksi. Kami bertuhan tanpa beragama. Kami menyimpan sorban hingga saatnya musim kampanye. Kami tidak mau sok suci, bahkan kami membenci kesucian itu, dan bangga jika berlumur dosa dan najis. Kami menantang taqdir dan menagih adzab setiap hari, karena kami makhluk berakal. Hanya Tuhan yang tahu kebenaran, dan manusia tak boleh mengklaim kebenaran, bahkan tak perlu lagi hiraukan kebenaran. Kami adalah pecinta kebenaran, meski kami tak pernah menyukainya. Kami adalah kaum yang berpikiran terbuka, namun kami menutup pintu untuk agama. Engkau tak butuh agama untuk mengatur negeri. Engkau hanya butuh agama untuk merebut hati.

Di negeri ini, kontradiksi adalah hakikat kebenaran. Tidaklah sesuatu itu dibilang benar kalau tidak kontradiktif. Cinta kami pada imajinasi sama besarnya dengan kebencian kami pada kenyataan. Pencarian kami akan kebenaran tak pernah berhenti, dan pencarian yang tak pernah berhasil itulah yang merupakan pencarian sejati. Jika Anda menemukannya, maka segeralah campakkan! Manusia hanya disuruh mencari kebenaran, bukan menemukannya.

Selamat datang di negerinya para pecinta ironi! Di sini, ada seribu satu kisah pilu yang dapat Anda seleksi. Taqdir menyedihkan mana yang hendak Anda pilih?

wassalaamu’alaikum wr. wb.

4 Comments
  • Sally Rosalina
    Posted at 06:07h, 01 June Reply

    Well said.

  • Abu Zahid
    Posted at 07:51h, 01 June Reply

    Cadas, pedas, panas

  • hendry aslam
    Posted at 18:33h, 02 June Reply

    negeri yg sudah tidak waras..
    pengen pindah tapi kemana..

  • Agus
    Posted at 20:01h, 07 June Reply

    Dua jempol buat Uda Akmal

Post A Reply to Abu Zahid Cancel Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.